Jumat, 29 Oktober 2010

Candi di Padang Lawas Kurang Perawatan

eberadaan situs-situs bersejarah berupa candi di Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara, Sumatera Utara terkesan kurang mendapat perawatan, yang ditandai dengan banyaknya tumbuh ilalang dan berbagai rumput liar di areal situs-situs tersebut.

"Bahkan hewan peliharaan seperti kerbau dengan seenaknya ditambatkan di badan candi yang sudah berwarna hitam, berlumut dan ditumbuhi tumbuhan parasit," kata staf peneliti Pusat Studi Ilmu Sosial dan Sejarah (Pussis) Universitas Negeri Medan, Erond Damanik di Medan, Senin.

Ia mengatakan, di Kabupaten Padang lawas dan Padang Lawas Utara terdapat sebelas candi yang dalam bahasa setempat disebut juga dengan "biaro" peninggalan abad 11-14 Masehi.

Kesebelas candi tersebut yakni Biaro Bahal I, Biaro Bahal II, Biaro Bahal III, Biaro Sitopayan, Biaro Bara, Biaro Pulo, Biaro Sipamutung, Biaro Tandihat I, Biaro Tandihat II, Biaro Sisangkilon dan Biaro Manggis.
Empat diantaranya, yakni Biaro Bahal I, II, III dan Sipamutung sudah pernah dipugar pada tahun 1991 oleh Gubernur Sumut saat itu, Raja Inal Siregar.
"Namun sayangnya apresiasi terhadap candi-candi itu dewasa ini semakin berkurang. Belum lagi pada biaro-biaro yang belum dipugar, kondisinya sangat memprihatinkan karena bisa terancam hilang akibat diserobot masyarakat menjadi lahan pertanian," katanya.
Menurut dia, batubata kontruksi utama beberapa candi sebagian sudah berlepasan dan keropos akibat bebasnya pengunjung menginjak badan candi.
Misalnya saja pada Biaro Bahal I, ternyata bila diamati secara serius akan didapati kondisinya yang sudah miring.
Selain itu, yang paling memprihatinkan adalah akses menuju beberapa lokasi candi yang sangat rusak. Kondisi jalan menuju candi Bahal I dan II sudah pernah diaspal tapi kini berlobang sangat parah.
Sementara akses menuju Bahal III sama sekali terbuat dari batu-batu sungai, belum diaspal, berlubang, berlumpur waktu hujan dan berdebu waktu kemarau.
Begitu juga akses menuju Biaro Tandihat I dan II sama sekali belum beraspal atau masih jalan tanah.
"Sangat dibutuhkan apresiasi pemerintah khususnya kabupaten terkait dalam upaya pelestarian aset sejarah itu, terutama dalam menjadikannya sebagai objek destinasi wisata sejarah," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar