Jumat, 29 Oktober 2010

padang lawas utara

Belum genap satu tahun Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) menjadi daerah otonom yang dimekarkan dari Tapanuli Selatan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007, tanggal 10 Agustus 2007,

pejabat Bupati ketika itu DR, Drs. Arsyad Lubis. MM, (Kepala Badan Kepegawaian Daerah = BKD Provinsi Sumatera Utara) cukup mampu mengemban tugas dan tanggung jawabnya selaku penjabat bupati yang dibebani tugas yang harus diselesaikan dalam waktu terbatas dan dengan dukungan fasilitas serba terbatas.

Sebelum akhir masa jabatan yang dibebankan kepadanya, ia telah berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, antara lain membentuk KPU, DPRD, dan selanjutnya menghasilkan seorang Bupati dan Wakil Bupati definitif untuk kabupaten baru itu.

Hal tersebut kiranya menjadi nilai plus bagi yang bersangkutan, dan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain yang baru mekar, bahkan bagi daerah yang akan menyelenggarakan pemilu kepala daerah tahun 2010 di Sumatera Utara.

Data Sejarah

Padang Lawas Utara yang terletak pada 10 13’50″ Lintang Utara serta 990 20’ 44″ dan 1000 19’ 10″ Bujur Timur, masing-masing berbatas dengan :

- Sebelah Utara dengan Kabupaten Labuhan Batu/Kabupaten Labuhan Batu Selatan,

- Sebelah Timur dengan Kabupaten Rokan Hilir dan Hulu Provinsi Riau,

- Sebelah Selatan dengan Kabupaten Padang Lawas,

- Sebelah Barat dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Luas wilayah berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2007 adalah 403.191,50 HA, terdiri dari 9 Kecamatan (direncanakan akan menjadi 12 kecamatan), 2 kelurahan, dan 388 desa, didiami oleh 191.278 jiwa penduduk, dengan kepadatan 52 jiwa/km dan pertumbuhan 1,59 persen.

Menurut sejarah, pada abad XI Rajendra Cola I dari Hindia Belakang berlabuh dari Labuhan Bilik melanjutkan perjalanan kapal menyusur Sungai Barumun, kemudian mendarat di Padang Bolak, tepatnya disekitar Wilayah Portibi. Sebenarnya, sebelum itu telah ada manusia yang berdiam diarea itu, terbukti dengan adanya ditemukan Candi Portibi yang merupakan ciri Hindu, dan Pasukan Rajendra Cola I pun menjadikan tempat itu menjadi pusat pemerintahan. Salah satu usaha yang menjadi sumber kehidupan dan pendukung ekonomi perdagangan mereka pada waktu itu tidak lain adalah ternak. Candi Bahal/Portibi tersebut pernah dipugar baru sekali pada masa H. Adam Malik (alm) menjabat Wakil Presiden RI.

Padang Lawas Utara (Paluta) yang dahulunya lebih dikenal dengan nama Padang Bolak (Padang yang luas = bolak) terkenal sebagai padang penggembalaan yang luas sangat terkenal pula penghasil ternak kerbau, lembu, dan kambing. Hasil ternak untuk keperluan kegiatan adat/budaya, peringatan hari-hari besar, dan lain-lain hingga ekspor dalam negeri, maka dahulunya menjadi ikon Padang Lawas Utara. Kehadiran pasukan Rajendra Cola I dan area dengan produksi ternak menjadi bukti sejarah yang kuat bagi Paluta.

Sampai pertengahan 1980-an, jika setiap kepala keluarga memiliki ternak kerbau 60 ekor saja dikali lebih kurang 35.000 kepala keluarga berarti sama dengan 1.920.000 ekor kerbau yang dimiliki masyarakat Paluta. Belum dihitung Lembu dan Kambing/Domba. Sekarang penduduk Paluta sudah mencapai 44.910 kepala keluarga. Orang luar yang belum pernah lintas disana ketika itu, sering berprasangka dan berucap, “Kenapa begitu banyak batu dihamparan padang-padang itu”. Karena Kerbau berkulit hitam disangka batu.

Dalam rangka memacu pem bangunan, Tahun 2009 ini pemerintah pusat melalui Departemen Pekerjaan Umum melakukan pembinaan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Padang Lawas Utara sebagai upaya pemerintah pusat dan daerah mempercepat penyesuaian RTRW dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Penyusunan RTRW tersebut akan dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan dan meningkatkan pembangunan yang teratur, mencakup semua sektor dan berkelanjutan sebagaimana dituangkan didalam Visi Padang Lawas Utara yaitu “Masyarakat Paluta Menjadi Lebih Beriman, Cerdas, dan Beradat”. Visi tersebut dijabarkan kedalam lima Misi yang akan dicapai. Misi ini disusun mencakup semua bidang agar pembangunan lebih merata.

Mungkin mengingat daerah Paluta yang dahulunya terkenal dengan Padang Penggembalaan dan hasil ternaknya, maka sampai dua butir terkait dengan pengembangan pertanian dan ternak, lebih ditegaskan pada Misi ke – 4 : “Meningkatkan pembangunan infrastruktur pedesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan peternak. Misi ke 13: “Meningkatkan pemanfaatan lahan-lahan tidur menjadi lahan produktif dengan menetapkan kebijakan perangsangan berproduksi khususnya bagi para petani dan peternak”.

Memperhatikan kondisi dan keadaan alam Paluta, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan Visi – Misi yang digariskan.

Pertama : Rencana Struktur Ruang untuk mendukung penyediaan pusat-pusat pemukiman dan system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi mendukung sosial ekonomi secara hierarhi, khususnya dalam pengembangan infrastruktur mencakup Pusat-Pusat Pelayanan, Jaringan Jalan, Penerangan Listrik, Air Bersih, Drainase, Jaringan Telekomunikasi, Pembuangan Sampah, Penanganan Air Limbah, Penyediaan Sarana Pendidikan, Kesehatan, dan Perdagangan. Sektor-Sektor tersebut menjadi substansi pokok dan harus seimbang karena langsung dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Tak terkecuali potensi pertambangan Batubara dikecamatan Padang Bolak, Padang Bolak Julu, dan Ulu Sihapas.

Kedua : Pola Ruang untuk mengetahui peruntukan ruang dalam wilayah Paluta meliputi ruang fungsi lindung dan fungsi budidaya. Data sementara, selain kawasan permukiman, saat ini diketahui bahwa penggunaan lahan Paluta menunjukkan Hutan Lindung 119,54 ha (29,79 persen), Hutan Produksi Terbatas 45,61 ha (11,36 persen), Hutan Produksi Tetap 46,22 ha (11,52 persen), Hutan Suaka Alam 4,39 ha (1,09 persen), Kawasan Rawan Long sor 12,78 ha (3,19 persen), Kawasan Resapan Air 3,47 ha (0,86 persen), Perkebunan Sawit 78,68 ha (19,61 persen), Perkebunan Karet 12,191 ha (3,04 persen), Pertanian Lahan Basah/Sawah 11,38 ha (2,84 persen), Pertanian Lahan Kering 59,86 ha (14,92 persen), Kawasan Peternakan 6,69 ha (1,67 persen), dan Kawasan Industri 0,500 ha (0,12 persen).

Ketiga : Pengenalan dan pengembangan Issu-Issu Kawasan Strategis, seperti Gunung Tua sebagai pusat pengembangan kota untuk ekonomi, perdagangan, jasa, agrobisnis, pasar, terminal/transport, dan sebagainya. Untuk Pariwisata patut lebih ditingkatkan Candi Bahal, dengan menjadikannya sebagai sentra Budaya, Suaka Alam, Danau Tao serta Bandara Aek Godang. Secara teratur dan terprogram, baik struktur ruang dan pola ruang akan ditetapkan didalam rencana penataan ruang Paluta,yang dalam pelaksanaannya menjadi acuan utama untuk dirinci lebih lanjut kedalam detil-detil dan zona yang lebih jelas.

Holat dan Impian Pembangunan

Kekayaan khas yang hampir terlupakan karena belum pernah terpikirkan untuk dikembangkan, ada makanan khas Paluta, yaitu Holat. Holat yang terbuat dari Daging atau Ikan mentah, dimasak sedemikian rupa dengan ramuan khusus yang juga ciri khas tumbuhan daerah yaitu Balangka (baca Balakka). Pohon dan daunnya mirip Petai China, berbuah yang disebut Balangka (buah Malaka), rasanya kelat, pahit dan asam ketika dikucah. Setelah itu jika apapun yang dimakan rasanya menjadi manis.

Balangka, Sihasur, Riang-riang, dan sedikit Cabe menjadi bumbu Daging atau ikan yang akan dijadikan Holat.

Kembali mengenang kebelakang, seperti disebutkan dimuka, bahwa Paluta sejak keberadaannya sebagai bagian dari Tapanuli Selatan, dimana wilayah ini dikenal sebagai Padang Penggembalaan yang luas, juga sebelum zaman kemerdekaan/zaman hindu Padang Lawas Utara memiliki kisah sejarah dengan Ikon Candi Portibi. Dari 9 (sembilan) kecamatan yang ada sebagai bagian pemerintahan Paluta, hanya 2 (dua) kecamatan yang tidak memiliki area peternakan, yakni Kecamatan Dolok dan Kecamatan Dolok Sigompulan.

Hal tersebut semakin memperjelas dan membuktikan, bahwa Paluta memang benar-benar merupakan sentra peternakan, khususnya di Sumatera Utara. Meskipun secara persentase penggunaannya, lahan peternakan menunjukkan angka hanya 1,67 persen (perkiraan minimal) namun yang sebenarnya jauh lebih luas dan masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan kembali pada seluruh kecamatan dengan lahan penggembalaan yang tetap tersedia.

Beberapa tahun terakhir ini, memang banyak penduduk yang beralih usaha ke tanaman sawit, tetapi untuk kesinambungan kehidupan, sawit bukanlah sumber yang bersahabat. Bagi Paluta sendiri yang dari dahulunya sudah memang tergolong kekurangan air, dengan kehadiran sawit diwilayah itu telah menjadikan lahan semakin kering.

Pernah seorang tokoh yang patut dipercaya, dahulu katanya ketika ternak masih banyak, sumber air didaerah itu malah lebih terjamin. Sebabnya, kubangan kerbau menjadi alat penyerap air untuk waktu cukup lama, karena kaki/kuku kerbau ternyata berfungsi juga untuk mempersempit rongga tanah, sehingga air tersimpan untuk beberapa musim.

Tercetus dalam wacana (terserah mau dianggap lelucon), dikaitkan dengan keberadaan Bandara Aek Godang yang kini menjadi salah satu Kawasan Strategis Paluta, dalam operasionalnya yang boleh dikata hidup segan mati tak mau, karena saat ini dapat dimanfaatkan karena adanya semacam MoU antara 5 kabupaten/Kota di Tapanuli Bagian Selatan, sehingga Bandara tersebut masih dapat beroperasi.

Kerjasama dalam arti lima kabupaten/Kota yang semula adalah Tapanuli Selatan sepakat dan bertanggung jawab atas jatah penumpang (Blok Seat) yang menjadi beban kabupaten/kota.

Menurut hemat penulis, saat ini ada kekuatan SDM yang dimiliki Paluta dari sisi eksekutif saat ini jaminan soliditas dibawah kepemimpinan tiga serangkai, Drs. Bachrum Harahap (Bupati) adalah sosok yang telah mapan dari Partai Golkar dan lama memimpin DPRD Tapanuli Selatan. H. Riskon Hasibuan, SH (Wakil Bupati) cukup berpengalaman dalam bidang ekonomi serta Drs. H. Panusunan Siregar (Sekda) merupakan administrator daerah yang sudah cukup senior. Mereka ini didukung oleh unsur pimpinan SKPD/Unit Kerja Daerah akan menjadi pelopor, pejabat perintis.

Selaku perintis/pelopor pasti akan mengupayakan sesuatu ciptaan yang monumental bagi mengawali kemajuan daerahnya. Putra daerah yang berhasil dirantau juga patut untuk turut melestarikan peternakan daerah asal yang membesarkannya.

Dengan demikian diharapkan akan menjelma kembali mimpi yang telah pernah kenyataan sejak berabad lamanya, kini dan untuk yang akan datang kiranya Ternak produk Paluta akan menjadi The Dream Development (Impian Pengembangan/Pembangunan) Kabupaten Padang Lawas Utara.

Ternak Kerbau, Lembu, dan Domba serta susu tentunya, akan dilengkapi dengan produk pertanian, hasil buah-buahan, seperti Mangga dan Kuini yang tidak kalah mutunya dibanding buah dari daerah lain dapat dijadikan sebagai produk ekspor melalui angkutan udara Bandara Aek Godang, keluar daerah atau keluar negeri. Jika serius, tidak mesti sampai 20 tahun kedepan seperti harapan Rencana Tata Ruang, 5 – 10 tahun impian itu dapat terwujud. Mengapa Tidak ? *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar